I Have A Dream

Fanny Herdina IWPC2 at Kalbis Institute

I have a dream……

Siapa yang gak tahu potongan frase itu? Ah, hampir semua orang tahu kan? Sudah pernah denger suaranya yang menggelegar itu? Menggelegar bukan karena dia ngomong sambil teriak, kayak di acara-acara TV sekarang. Tapi menggelegar karena terasa ada dorongan dari dalam jiwa yang siap dimuntahkan. Cieee.

Anyway, I do have dreams too. Banyak mimpi saya. Salah satunya adalah berwirausaha. Ups. Sukses mandiri barokah berwirausaha. Nah, gitu lebih tepat. Kalau cuman berwirausaha kan semua juga bisa ya? Tapi saya mau sukses mandiri juga barokah.

Cerita soal wirausaha ini memang seru deh. Sejak SMA saya senang cari uang saku sendiri memang. Waktu SMA mamah saya mendaftarkan saya jadi member di beberapa direct selling kosmetik, Avon, Sara Lee (masih ada gak nih?). Mamah cuma mau bayar biaya member, habis itu, saya jualan sendiri, uangnya buat saya sendiri. Kebetulan kantor Avon Semarang sebelahan sama Gramedia. Hihihi. Jadi kalau habis order, untungnya langsung saya bawa ke Gramedia. Kebanyakan konsumennya keluarga, tante, bude, mamah sendiri. Hihihi.

Waktu kuliah, saya bekerja sampai lulus kuliah di UGM. Ngajar bahasa Inggris, terjemahan, jadi admin kegiatan dosen, fasilitator outbond, isi training. Apa aja. Yang penting SPP dan uang kos kebayar. Alhamdulillah, banyak teman, banyak kenalan. Sayang, lulusnya jadi lama. Kesenangan cari duit. #eh

Setelah lulus kuliah, sempat kerja di grup Astra. Keren kan? hihihi. Anak psikologi UGM keterima di Astra grup, wuah, a dream come true. Tapi gak lama. Jiwa saya sungguh tersiksa. Why? That’s another story. Waktu ngelanjutin kuliah di UI, pun masih saya nyambi kerja. Kali ini agak kerenan lah, lha wong udah lulus S1-nya. Sebutannya konsultan. Lama kelamaan bahkan saya bisa punya tim konsultan sendiri. Senang rasanya. Klien percaya sama saya. Saya bisa kerja dengan teman-teman pilihan saya.

Aaah, tapi itu tetap bukan wirausaha seperti bayangan saya. Betul sih selama bekerja mandiri dengan tim Arupakarta!, saya juga melakukan aktivitas promosi, networking, marketing, dll. Tapi saya mau wirausaha yang tanpa kehadiran saya, bisnis tetap bisa berjalan. Bisnis konsultan ini menuntut kehadiran saya. Klien sering kali hanya mau ketemu saya pas presentasi. Well, dengan Genta dan Puti, aktivitas konsultan pun saya hentikan. Priority change darling.

Tapi diam saja di rumah ternyata bukan hal yang mudah. Dan mimpi itu tetap menghantui. Btw, when I say “diam saja di rumah” I do not underestimate the scope of stay-at-home-mom responsibility, ok? I am myself a stay at home mom. Tapi saya merasa perlu berinteraksi dengan orang dewasa. Saya perlu memakai baju rapi dan bertemu orang-orang dewasa. Again, dont get it wrong, I love my kids. But I can’t tlak about SBY to Genta, right? Or whining about Angel Lelga to Puti. No. These kids are my love, I don’y want to ruin their brain talking about that sh*t at their early stage. #ups. #abaikan

Begitulah mimpi saya tentang berwirausaha tetap menghantui. Saya pernah coba bisnis kuliner, di pelataran Indomaret, di kolam renang, gagal. Tutup dalam tahun pertama. Onlineshop? Pernah juga. Jual beras organik, buku anak-anak, tas buatan lokal, just name it. Untung? Yes. Tapi gak sustain. Saya lapar. Saya haus. Saya rindu punya bisnis yang sustain. Saya juga pernah ambil franchise pendidikan, yang berakhir dengan hutang ratusan juta, yang masih saya cicil sampai sekarang pembayarannya.

Tapi mimpi belum berakhir. Hari masih panjang. Fajar belum merekah. And I never give up. Sekarang saya bisnis baju anak-anak dengan brand @butikbocah. Online, untung banyak, rame. Sayang asisten pulang kampung dan gak kembali lagi. Coba bazaar. Juga rame dan prospektif nampaknya.

Kemudian tahun baru 2014 datang. People talk about resolution. Tiba-tiba saya terpikir. Resolusi saya tahun ini, salah staunya adalah serius berinvestasi pada mimpi saya yang satu ini, sukses mandiri barokah berwirausaha. Dan tiba-tiba banyak pintu terbuka. Salah satunya ikut Kompetisi Womenpreneur Indonesia II yang mulai pembekalannya tanggal 24-25 Januari kemarin.

Ribet? Ya iyalah ribet. Atur waktu dengan 2 balita, no maid, no babysitter, no dedicated car for me. But, I believe it’s worth the effort.

Saya teringat kesukaan saya main arung jeram di awal usia 20-an. Saya harus angkat perahu, pompa perahu sebelum arung jeram. Setelah selesai, semua ritual diulang lagi dengan urutan yang terbalik. Was it worth? Yes. So I guess this would worth even more.

Wish me luck guys.

PS. Are you looking for me at the above picture? That’s me with orange veil, a baby in my hand, Genta by my side, in the right corner. Hihi.